Aku melangkah dengan pelan menuju sebuah rumah kecil diantara lorong sempit, kosan pak mardi dengan sebelas kamar yang terbagi menjadi dua bagian atas dan bawah. Rumah kecil ini merupakan kosan yang beralaskan papan kayu di bagian atasnya sehingga terdengar suara langkah kaki ketika ada yang melangkah di lantai dua. Pembatas dinding juga masih bersekat triplek yang mengerikan jika terjadi kebakaran. Kosan alakadarnya tapi dengan harga bersaing sungguh terlalu.
Aku menyewa satu kamar berukuran 2 x 1,5 m dengan harga sewa dua juta pertahun belum termasuk listrik. Sebenarnya aku terpaksa tinggal di kosan ini tapi apalah daya, suasana yang sudah mulai panas dengan terik sang raja sinar dan kondisi tubuh yang mulai lelah setelah menempuh perjalanan jauh membuatku harus berlabuh. Kondisi kosan masih kotor, sarang laba-laba di sana sini dan suasana kumuh terpancar dari setiap sudut yang ku lihat. Aku melihat dua orang sedang bekerja mengecat dinding yang kusam, aku berharap setelah kosan ini di cat akan tampak lebih baik dari apa yang aku lihat saat ini. Di bagian dapur juga nampak sedang di pasang keramik berwarna putih.
Aku berfikir masih ada juga yang mau tinggal di tempat seperti ini. Pak mardi menunjukkan kamarku yang akan aku tempati nanti, masih terdapat barang-barang pemilik kamar yang belum di pindahkan. Tubuhku sudah tak sanggup lagi berdiri, setelah aku bayar uang sewa kosan aku di antarkan ke kamar untuk beristirahat dan tempat tinggal sementara sampai kamarku siap di huni. Kamar ini lebih parah lagi, gudang yang berantakan masih banyak kayu bangunan di dalamnya.
Pak mardi memberiku sebuah kasur busa untuk beristirahat, aku melihat ada tas besar dan gambar dua monyet berangkulan tertempel di dinding kamar ini, aku rasa ada orang lagi selain aku yang diungsikan di sini juga. Sedikit lega aku tersenyum kecil “lumayan buat teman ngobrol” ucapku dalam hati.
Hari menjelang sore tubuhku mulai gerah dan ingin rasanya mandi tapi tidak ada kamar mandi. Aku berjalan keluar menuju ke toko pak mardi, hanya ingin menanyakan dimana aku bisa mandi. Ada ibu kos alias istri pak mardi sedang duduk menjaga toko, aku melihat ada pisang goreng dan donat menggodaku untuk mencicipinya. Dengan santai aku mengambil satu pisang goreng sambil ngobrol santai.
“Bu, kalau mau mandi dimana?”
“Sok.” Singkat, padat dan berisi, bu mardi menjulurkan tangannya ke arah kamar mandi yang berada di pojok tokonya.
“Oh, iya makasih.” Aku segera bergegas ke kamar mandi.
Kata sok terdengar asing di telingaku, ini kata dari bahasa sunda pertama yang aku dengar yang mungkin artinya silahkan. Walaupun aku gak mengerti tapi aku masih bisa meraba-raba maksudnya, dari bahasa tubuh lawan bicaraku. Air di bandung terasa dingin sekali berbeda dengan air di madura tempat asalku, walaupun demikian aku merasa segar setelah mandi dan sedikit bergidik merasakan dinginnya air. Aku keluar dari kamar mandi dan melihat pak mardi duduk di depan tokonya, aku menghampiri pak mardi dan mengakrabkan diri sebagai pendatang di kota bandung.
“Kosan bapak yang di atas tempat arya itu campur.” Diam sejenak.
“Laki-lakinya hanya ada dua buat jaga di sisi gerbang kanan dan di pintu antara kamar laki-laki dan wanita nanti sama bapak mau di sekat jadi laki-laki gak boleh main ke tempat wanita.” Lanjut ucap pak mardi sambil tersenyum kecil melihat ke arahku.
“Oh gitu pak!, jadi yang diatas semuanya wanita.” Aku hanya mengangguk pelan.
“Iya, tapi kamar yang di depan arya belum terisi nanti juga ada.”
Aku kembali ke kamar dan selama perjalanan aku menelaah perkataan pak mardi tadi, “kosanku ketat juga tapi baguslah kalo begitu”(Ucapku dalam hati). Sesampainya di kamar aku melihat ada orang yang sebaya denganku sedang menyetrika baju. Aku tersenyum padanya dan menjulurkan tanganku berkenalan.
“Arya…”
“Bagas…” balasnya.
“Di sini baru juga mas, baru mau masuk kuliah mas?” tanyaku sambil merapikan peralatan madiku.
“Iya baru mau masuk di unpad ngambil jurusan manajemen, kamu?”
“Ngambil teknik komputer di kampus depan.”
“Ooo …” bagas sambil menyelesaikan setrikaannya.
“Mas bagas asalnya dari mana?” aku mencoba membuka pembicaraan lagi.
“Dari medan.” Jawabnya singkat.
“Emm jauh juga ya, pasti nyebrang ya mas berapa lama perjalanan.”
“Iya… naik kapal laut, tiga hari dua malam.” Bagas sambil mengambil foto- foto dari lemarinya dan merebahkan tubuhnya di kasur sambil memandangi foto-foto yang ia pegang.
Aku sedikit melirik ke arah foto yang bagas pegang, aku melihat banyak foto perpisahan kelas dan bagas bersama wanita di sampingnya. Aku melihat bagas tidak ingin berbicara lagi, ia hanya memandangi foto dengan penuh seksama dan sering mengedipkan mata yang berkaca-kaca, sesekali ia tersenyum sendiri. Ada kerinduan di matanya yang ia simpan sangat dalam.
Beberapa saat kemudian bagas beranjak dari kasurnya dan menaruh foto-foto yang ia pegang di laci kecil di bagian bawah lemari. Aku melihat banyak sekali koleksi kaset lagu-lagu barat yang tak pernah aku lihat sebelumnya, aku merasa ketinggalan jaman soal musik tapi bagiku bukan masalah besar.
“Arya saya mau pergi dulu, ini banyak kaset musik putar saja kalau bosan, pilih saja yang kamu suka.” Bagas menawarkan kasetnya.
“Iya terima kasih.” Balasku.
Bagas pergi dan aku sendiri di kamar ini menatap langit-langit kamar yang kusam. Terlintas dalam benakku untuk pergi mengunjungi bibi di subang dari pada bengong sendiri di sini sedangkan tanggal masuk kuliah masih sekitar dua minggu lagi. Terdengar suara ramai dari arah lapangan bawah aku beranjak dari kamar dan pergi berjalan-jalan. Ada acara bazar kecil dan banyak sekali orang yang datang, lumayan untuk hiburan di malam ini.
***
Hari pertama aku tinggal di kamar kecil, mungil dan sepi. Belum ada yang datang di lantai bawah, aku mengepel lantai dan membersihkan debu-debu yang masih melekat di lantai. Aku melihat di pintu kamar mba ika terpampang tulisan kecil “Aku pulang untuk bayar hutang sampai ketemu lagi di kehidupan yang akan datang, See U By IKA” aku tersenyum melihat tulisan kecil itu fikirku seru juga di sini.
Aku mendengar suara tv dari lantai atas dan aku langsung ke atas, tampak di sebuah kamar yang terbuka pintunya sosok wanita dengan baju tidur santai menonton tv dengan kepala di sanggah oleh sebelah lengannya dengan sedikit paha terbuka aku menghampirinya dan menjulurkan tanganku.
“Mba di sini, saya penghuni baru saya arya.”
“Iya, saya diah.”
“Belum ada yang datang ya mba, gak takut mba sendirian di sini.”
“Iya masih sepi, ya takut sedikit tapi dipaksain saja.”
Aku menanyakan siapa saja penghuni di sini, mulai dari namanya dan asalnya agar bisa mengira-ngira kalau nanti berkenalan gak kaku. Beberapa saat aku berbincang-bincang datang seorang pria melintas di kamar ku berada dan terdengar ia langsung membuka pintu sebelah. Aku menanyakannya pada mba diah dan di jawab pria tadi hanya main saja.
Ada juga cowok yang main ke tempat ini padahal menurut pak mardi di larang ada cowok yang main ke kamar cewek, aku gak ngerti apa maksudnya tapi sudahlah bukan bukan urusanku juga yang penting aku kenal baik dengan penghuni di sini. Terdengar suara ada yang masak di dapur, aku beranjak keluar dan melihat keadaan di bawah tampak seorang gadis manis dan ibunya. Aku melangkah pelan menuruni tangga melihat kedua sosok itu tampak kompak bahu membahu memasak.
Aku berkenalan dengan ibu tadi dan gadis itu bernama mira dengan panggilan “neng”. Setelah mereka memasak ibunya menghampiri aku dan mengobrol banyak hal di depan kamarku, beberapa saat kemudian datang dua orang pemuda dan satu orang bapak dengan tas besar mereka dari cianjur yang menempati kamar cowok di depanku, ini lebih parah lagi satu kamar kecil di isi dua orang.
Malam pun tiba suasana mulai bersuara tidak seperti biasanya yang hening walaupun masih ada yang belum datang. Malam yang baru bersama kenalan baru, kamar baru dan suasana baru ku isi dengan ngobrol dan mendengarkan radio maklum belum ada yang punya komputer dan tv. Sekitar jam sembilan malam perutku mulai keroncogan, aku mengajak mereka makan bersama di sebuah kantin yang harganya masih murah di pinggir jalan, setelah aku kembali ke kosan dan tampak dua orang asing duduk di depan kamarku sedang asyik mengobrol dengan mba ika dan mba sari.
Aku berkenalan dengan kedua orang tadi yang ternyata penghuni lama kosan yang salah satunya berasal dari daerah yang sama denganku, namanya bobi dan tanpa basa-basi aku berbincang dengan menggunakan bahasa asal daerah kita. Dia penghuni kamarku yang dulu menurutnya harga kamarku naik drastis makanya dia pindah mencari yang lebih murah. Aku memanggilnya mas bobi, dia mengajakku jalan-jalan melihat keadaan kota bandung yang panas menurutnya. Aku belum paham padahal atmosfer dingin sekali tapi mungkin ini gambaran kota ini.
“Jangan kaget kalau nanti banyak wanita sexy.” Ucap mas bobi.
“Iya arya banyak tengtop bertebaran.” Tambah mba rosa.
“Jadi penasaran.” Aku hanyak tersenyum kecil.
Aku berjalan pelan melihat suasana jalanan yang lalu lalang oleh kendaraan. Aku melihat pasangan yang bersamaku ini nampak mesra dan selalu bercanda membuat orang iri melihatnya. Lelah menyusuri jalanan malam aku di ajak ke sebuah kosan untuk menginap semalam. Aku di kenalkan dengan senior-senior kampus dan ada juga kakak kelas satu jurusan, aku melihatnya bermain komputer dan nampak asyik sekali.
“Ada bokep baru gak?” tanya mas bobi.
“Itu liat aja sendiri.” Kang ardi menunjuk tumpukan cd di dekat monitor.
“Nich arya belajar sama ardi dia jago komputer, dia pacarnya mba ika nanti juga sering ke kosanmu.” Ucap mas bobi sambil melihat-lihat cd.
“Boleh juga, bisa sering konsultasi nech.” Aku melihat ke arah kang ardi dia hanya senyum-senyum.
“Apanya yang jago, bobi tuch yang jago komputer dia tiap hari baca buku.”
Aku bermalam di kosan kang ardi sambil nonton tv, banyak yang nonton tv juga dengan beralaskan kasur gulung yang tipis kami serasa satu keluarga duduk bersama dengan santai. Aku sedikit merasa canggung tapi mereka tidak menganggapku orang asing seakan sudah kenal lama. Dengan gelak tawa yang meramaikan suasana hingga lelah kami terlelap bersama dalam satu alas.
Menjelang pagi aku harus kembali ke kosan dan saat membuka mata mas bobi sedang shalat subuh, rajin sekali ibadahnya walaupun kadang sedikit porno. Aku bergegas kembali ke kosan takut ketinggalan waktu shalat, sesampainya di kosan masih sepi belum ada yang bangun. Terdengar suara pintu terbuka dari sebelah dengan langkah kaki tergesa-gesa menuju kamarku, mira dengan rambut yang berantakan mengagetkanku.
“Arya cepetan sini …” mira melambaikan tangannya dengan cepat mengajakku.
“Ada Apa?” aku beranjak dari kamarku menuju kamar mira.
“Lihat tuch si cingheu tidur di kasur dari semalem.”
“Lo tidur bareng semalem?”
“Ya iyalah terpaksa ni bocah tidur duluan di bangunin gak mau, tapi eitss… jangan berfikiran negatif kita gak ngapa-ngapain”
“Asik donk.”
“Nene … bangunin tuch bocah.”
Aku membangunkan cingheu, sebenarnya namanya bukan cingheu tapi karena dia mirip pemain meteor garden f4 cingheu jadi di panggil cingheu. Cingheu terbangun dan tersenyum-senyum padaku sesekali tertawa sendiri seakan ada yang menarik. Aku hanya aneh saja melihatnya, sudah tidur di kamar cewek bukannya takut kena razia bapak kos malah cengar-cengir.
“Lo kemana aja semalam?” tanya cingheu sambil senyum-senyum kecil.
“Di ajak mas bobi melihat susana bandung di malam hari.”
“Asik donk tapi ada yang lebih asik lagi semalam, pokoknya mantap.” Cingheu mengacungkan kedua jempolnya.
“Ada apa semalam?” tanyaku penasaran.”
“Itu di atas kayaknya lagi ML, suara desahannya keras sekali trus suara papan kedebag kedebug.”
“Ahh yang bener?”
“Iya tanya aja mira, semalem kita cekikikan.”
“Trus kenapa lo tidur di sini.”
“Hee hee … ketiduran terbius oleh suara semalam, kalo mau dengar nanti malam mungkin ada lagi.”
“Oke lah, bangun cuci tuch rudal.”
“Enak aja masih aman kok.”
Menjelang siang datang seorang gadis bersama ibunya dengan tas berwarna hijau mengetuk kamar mira. Gadis ini bernama tulip teman sekamar mira yang baru seakan kaget mira bertanya-tanya mengapa kamarnya harus di bagi dua padahal ia sudah membayar penuh. Tulip menjelaskan kalau dia takut sekamar sendiri jadi pak mardi menyarankan untuk berdua mira karena kamar mira besar. Beberapa saat kemudian ibu tulip pulang dan Cingheu tersenyum kecil dari kamarnya.
“Ada tambahan gadis untuk kita.” Ucap cingheu pelan padaku.
“Mungkin iya, kalau di lihat dari wajahnya yang unik gue gak yakin.” Balasku.
Baru sehari di kosan tulip sudah berani membawa cowok, entah dari mana ia kenal tapi menurutnya baru kenal di kampus. Aku beranjak ke atas berkenalan dengan anak kosan yang lain. Aku melintasi kamar mba diah dan sepintas tampak cowoknya yang waktu pertama kali aku lihat dulu waktu ke atas berkenalan dengan mba diah, mungkin benar yang di katakan cingheu tentang kejadian yang terjadi semalam.
Aku kembali ke bawah menuju kamar mba ika yang pintunya sedang terbuka. Menghampirinya dan berbincang-bincang walaupun mba ika tampak sibuk menyetrika baju. Mba ika yang paling cantik di antara semua cewek yang ada di kosan, dia juga memiliki sifat ke ibuan yang nampak dari caranya berbicara.
0 komentar:
Posting Komentar